Bondho Nekat
Istilah Bonek,akronim bahasa Jawa dari Bondho Nekat (modal nekat), biasanya ditujukan kepada sekelompok pendukung atau suporter kesebelasan Persebaya Surabaya, walaupun ada nama kelompok resmi pendukung kesebelasan ini yaitu Yayasan Suporter Surabaya (YSS).
Istilah bonek pertama kali dimunculkan oleh Harian Pagi Jawa Pos tahun 1989[rujukan?] untuk menggambarkan fenomena suporter Persebaya yang berbondong-bondong ke Jakarta dalam jumlah besar. Secara tradisional, Bonek adalah suporter pertama di Indonesia yang mentradisikan away supporters (pendukung sepak bola yang mengiringi tim pujannya bertandang ke kota lain) seperti di Eropa.[rujukan?] Dalam perkembangannya, ternyata away supporters juga diiringi aksi perkelahian dengan suporter tim lawan. Tidak ada yang tahu asal-usul, Bonek menjadi radikal dan anarkis. Jika mengacu tahun 1988, saat 25 ribu Bonek berangkat dari Surabaya ke Jakarta untuk menonton final Persebaya - Persija, tidak ada kerusuhan apapun.
Secara tradisional, Bonek memiliki lawan-lawan, sebagaimana layaknya suporter di luar negeri. Saat era perserikatan, lawan tradisional Bonek adalah suporter PSIS Semarang dan Bobotoh Bandung. Di era Liga Indonesia, lawan tradisional itu adalah Aremania Malang, The Jak suporter Persija, dan Macz Man fans PSM Makassar. Di era Ligina, Bonek justru bisa berdamai dengan Bobotoh Persib Bandung dan Suporter PSIS Semarang.
Beberapa peristiwa kekacauan yang disebabkan "Bonek mania" antara lain adalah kerusuhan pada pertandingan Copa Dji Sam Soe antara Persebaya Surabaya melawan Arema Malang pada 4 September 2006 di Stadion 10 November, Tambaksari, Surabaya. Selain menghancurkan kaca-kaca di dalam stadion, para pendukung Persebaya ini juga membakar sejumlah mobil yang berada di luar stadion antara lain mobil stasiun televisi milik ANTV, mobil milik Telkom, sebuah mobil milik TNI Angkatan Laut, sebuah ambulans dan sebuah mobil umum. Sementara puluhan mobil lainnya rusak berat. Atas kejadian ini Komisi Disiplin PSSI menjatuhkan hukuman (sebelum banding) dilarang bertanding di Jawa Timur selama setahun kepada Persebaya, kemudian larangan memasuki stadion manapun di seluruh Indonesia kepada para bonek selama tiga tahun.
Sekitar Agustus 2006, bonek dijatuhi sanksi lima kali tidak boleh mendampingi timnya saat pertandingan away menyusul ulah mereka yang memasuki lapangan pertandingan sewaktu Persebaya menghadapi Persis Solo di final divisi satu. Ironisnya, tahun 2005, Persebaya justru rela dihukum terdegradasi ke divisi satu gara-gara mundur di babak 8 besar. Pihak klub beralasan untuk melindungi bonek agar tidak disakiti.
Namun tidak selalu Bonek bertindak anarkis ketika kesebelasan Persebaya kalah. Tahun 1995, saat Ligina II, Persebaya dikalahkan Putra Samarinda 0 - 3 di Gelora 10 November. Tapi tidak ada amuk Bonek sama sekali. Para Bonek hanya mengeluarkan yel-yel umpatan yang menginginkan pelatih Persebaya mundur.
Saat masih di Divisi I, Persebaya pernah ditekuk PSIM 1 - 2 di kandang sendiri. Saat itu juga tidak ada aksi kerusuhan. Padahal, jika menengok fakta sejarah, hubungan suporter Persebaya dengan PSIM sempat buruk, menyusul meninggalnya salah satu suporter Persebaya dalam kerusuhan di kala perserikatan dulu.
[sunting] Kerusuhan 22 Januari 2010
Pada tanggal 23 Januari 2010, sekitar 400 bonek yang berangkat dari Surabaya ke Bandung via Solo melakukan tindakan anarki berupa pelemparan batu dan penganiayaan terhadap sejumlah orang[1]. Selain itu tim yang akrab dengan tindakan hooliganisme ini juga melakukan tindakan kriminal penjarahan[2][3][4], pemukulan terhadap wartawan Antara, Hasan Sakri Ghozali[5][6], anggota Brimob, Briptu Marsito[7], perusakan stasiun Purwosari Solo dan stasiun lainnya, perusakan rumah warga[8], serta tindakan-tindakan tidak terpuji lainnya. Satu bonek dilaporkan meninggal karena terjatuh dari atap kereta api Pasundan yang ditumpanginya, beberapa bonek mengalami keadaan kritis, dan puluhan orang dari pihak bonek dan penduduk di pinggiran rel kereta api mengalami luka-luka[9]. Kerugian besar juga dialami oleh pihak Kereta Api Indonesia karena bonek melakukan perusakan terhadap kereta api, stasiun, dan menolak membayar penuh, serta menaiki kereta api melebihi kapasitas.[10][11]
Selain itu, kepergian Bonek kali ini juga melanggar hukuman yang diterapkan oleh Komisi Disiplin PSSI yang memberikan sanksi larangan suporter Persebaya mendampingi pertandingan selama 2 tahun.[12]